Strategi dan Tips Mempersiapkan Masa Pensiun (Dini) ala Eks Banker.
November 30, 2019
KLBK, Kerja Lama Berulang Kembali hehehe... |
Diundang Sharing Session di Program Pelatihan dan
Keterampilan Polda Sumut bersama Bank BTPN, program yang ikut mendewasakan
pikiran saya.
Terima kasih kesempatannya, bank BTPN
Seorang sahabat lama di tempat
saya bekerja, yang dulunya adalah tim saya, menghubungi via chat whatsapp Dia meminta saya untuk bersedia
menjadi narasumber dalam kegiatan Latram, Pelatihan dan Keterampilan Persiapan
Memasuki Masa Pensiun, Jajaran Polda Sumut 19 November 2019 kemarin. Program
ini adalah program yang saya handle selama 5 tahun terakhir masa kerja saya.
Dulu, saya yang mengawal program ini untuk wilayah Sumatera Utara, dan membantu tim saya
se-Sumatera dari awal program di rencanakan hingga selesai. Tugas saya selain
narasumber internal mewakili perusahaan, juga melakukan koordinasi dengan
seluruh Polda Se-Sumatera dibantu tim saya yang sangat solid dan semuanya
lelaki itu. Hehehe.. Saya serasa jadi perempuan di sarang penyamun. Hahaha…
Sesungguhnya, ini permintaannya
yang kesekian. Dari kemarin, saya menganggapnya cuma canda dan olok olok. Namun,
melihat kesungguhannya menghubungi, saya akhirnya memutuskan menerima
tawarannya. Saya fikir, saya senior dong dibanding bapak polisi itu. Mereka
masih pensiun 3 tahun lagi, sementara saya sudah melakukannya dua tahun lalu.
Akhirnya saya bersedia sharing apa yang saya lakukan menjelang masa pensiun
(dini) saya.
Pagi itu saya tiba di Polda Sumut pukul 07.00 wib bersama Hen Ramot Sinaga, tim kerja saya dulu, Clarita, sekretaris saya dan Bang Ari, driver di Bank BTPN. Sesampainya di Polda, Saya menyempatkan diri say hello dengan beberapa Bapak dan Ibu Polisi yang masih mengenali saya. Di pintu masuk Aula Tri Brata Polda Sumut, saya bertemu dan menyempatkan diri foto bersama Coach Qodrisyah Siregar, pakar persuatriks, salah satu mentor di komunitas Tangan Di Atas (TDA) yang menjadi motivator utama perhelatan besar ini.
Acara dimulai setelah Bapak Wakapolda, Karo SDM Polda Sumut, dan petinggi lainnya tiba di ruangan untuk menyampaikan sambutan dan membuka secara resmi acara tersebut.
Sebelum dimulai, di dalam aula saya kembali menyempatkan foto bersama bapak-bapak para senior di Bank BTPN
Setelah acara di buka, seluruh peserta yang hadir sejumlah kurang lebih sekitar tiga ratus orang calon purnabakti di jajaran Polda Sumut dan para mitra undangan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama sama. Satu demi satu sambutan selesai disampaikan, kemudian sesi pagi ditutup penyampaian materi motivasi oleh Coach Qodrisyah yang luar biasa menghidupkan suasana.
Giliran saya "manggung" setelah ishoma (istirahat, sholat, makan siang). Ini merupakan jam gawat. Setelah kenyang, biasanya peserta rentan mengantuk. Saya harus mengerahkan kemampuan mengolah dinamika suara agar audiens tetap "terjaga" selama saya berbicara. hahaha.. Jadilah saya semi stand up comedy . Dikacangin itu pahit gan! hahaha..
Reuni with Polda Sumut |
Bismillahirrahmanirrahim, saya berusaha menuturkan materi saya dengan baik semaksimal kemampuan saya. Setidaknya saya ingin, reuni ini berakhir happy ending.
Makna pensiun di mata saya.
Pensiun menurut KBBI adalah : tidak bekerja lagi karena masa
tugasnya sudah selesai.
Pertanyaannya, kapan sesungguhnya
sebuah tugas dianggap selesai? Jawabannya hampir pasti tidak pernah selesai. Hehehe. Dalam Undang Undang no. 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan, tidak diatur kapan saatnya pensiun dan berapa
Batas Usia Pensiun (BUP) untuk pekerja
sektor swasta. Sama halnya dengan
Undang Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang menyebutkan bahwa hak
atas manfaat pensiun dengan catatan batas usia normal adalah 55 tahun dan batas
usia pensiun wajib maksimum 60 tahun. Lagi lagi, ketentuan tersebut akhirnya
dianalogikan sebagai batas usia pensiun bagi pekerja (swasta). Namun dalam
Perjanjian Kerja Bersama Perusahaan tempat saya bertugas dulu, ditentukan masa
tugas karyawan secara normal berakhir pada usia 55 tahun. Bagi karyawan
berprestasi yang memiliki skill
khusus yang tidak dimiliki karyawan lain, atau dengan kata lain kemampuannya
masih dibutuhkan perusahaan memungkinkan diperpanjang masa kerjanya sesuai
kesepakatan. Dan itu terjadi pada beberapa pejabat penting.
Lain halnya dengan Aparatur Sipil
Negara (ASN) masing masing golongan telah diatur Batas Usia Pensiun (BUP) nya
sebagai berikut :
1. PNS
Umum sesuai pasal 3 ayat 2 PP No. 32 tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil, yang diubah menjadi PP No. 65 tahun 2008 disebutkan BUP 56 tahun.
2. Untuk
ahli peneliti dan peneliti, pasal 1 PP No. 65 tahun 2008, usia 65 tahun.
3. Guru
Besar/ Professor dan Dosen sesuai pasal 67 ayat 5 UU No. 4 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen adalah usia 65 tahun.
4. Guru,
merujuk pasal 40 ayat 4 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah usia 60 tahun.
5. POLRI,
berdasarkan pasal 30 ayat 2 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI,
BUP nya di usia 58 tahun, berbeda dengan POLRI dengan keahlian khusus, menurut
UU yang sama BUP nya adalah 60 tahun. 2 tahun lebih lama dari biasanya.
6. Perwira
TNI sesuai pasal 75 UU no. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
adalah 58 tahun.
7. Bintara
dan Tantama, sesuai UU yang sama dengan poin 6 di atas BUP nya 53 tahun.
8. Jaksa
sebagaimana pasal 12 UU No. 16 tahun
2004 tentang Kejaksaaan Republik Indonesia adalah 62 tahun.
9. Eselon
I dan II dalam jabatan structural berdasarkan Pasal 1 PP nomer 65 tahun 2008
tentang Perubahan kedua atas PP no. 32 tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil adalah 60 tahun, sedangkan Eselon I dalam jabatan strategis adalah
62 tahun.
10. Sementara
itu, pasal yang sama dengan poin 9 di atas, Pengawas Sekolah BUP nya 60 tahun,
Hakim Mahkamah Pelayanan 58 tahun dan jabatan lain yang ditentukan Presiden
juga 58 tahun.
11. Sedangkan
menurut pasal 154 UU No. 13 tentang Tenaga kerja untuk pekerja / buruh diatur
oleh PK, PP dan PKB masing masing perusahaan.
(Sumber : Gajimu.com)
Dalam QS. Al Ahqaf ayat 15, Allah
menyebutkan bahwa manusia disebut dewasa dan matang ketika sudah mencapai usia
40 tahun. Selain itu, Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW yang dikutip oleh Imam
Al Ghazali disebutkan bahwa manusia dengan usia 40 tahun dinilai memiliki
kematangan dan menggunakan akalnya dengan baik, oleh karenanya, usia 40 dianggap sebagai titik balik seseorang
melakukan evaluasi. Kata Rasul, Jika pada usia ini kebaikan tak melebihi
keburukannya, maka bersiaplah manusia itu untuk berhadapan dengan api neraka.
Berbekal ayat dan hadist ini
ditambah materi kajian di berbagai
majlis ilmu, akhirnya saya bertekad dalam hati untuk memutuskan pensiun di usia
40 tahun. Saya ingin hijrah kepada kehidupan yang lebih baik. Di mata saya, pensiun artinya, bersiap menuju karir tahap dua, tahap
di mana diri saya terus terperbaiki secara lahir dan batin dengan kemerdekaan
melakukan hal hal sesuai passion yang menyenangkan diri sendiri.
Mengapa memutuskan pensiun dan kembali ke rumah?
Sebagai Regional Sumatera Customer
Experience sebuah bank swasta cukup besar di negri ini di akhir karir,
saya memiliki tanggung jawab memonitor pekerjaan 4 orang tim di bawah saya yang
tersebar di seluruh wilayah Sumatera. Walau saya mencintai pekerjaan saya dan
maksimal dalam melaksanakannya, namun, keluar kota setiap hari kadang pulang
pergi dalam sehari kadang pernah menginap hingga 14 hari, tak menutup kemungkinan
menjadi pemicu saya mengambil keputusan besar ini lebih cepat. Benar suami dan
anak saya mendukung, mereka tak pernah komplain, semua berada di bawah kendali saya. Tapi, seiring berjalannya waktu, anak saya semakin mendekati
usia akil baligh, akhirnya saya menyerah pada sinyal sinyal dan petunjuk yang
dikirimkan Sang Maha pembolak balik hati. Entah kenapa, kebersamaan dengan anak
dan suami semakin menghiasi mimpi mimpi saya dalam tidur di bandara, pesawat,
bahkan bus di perjalanan dari satu kota ke kota lainnya.
Beberapa kali keputusan ini saya
ungkapkan pada atasan saya yang sungguh baik hati, namun beberapa kali berakhir
pada penolakan. Tapi, saya tetap meneruskan upaya memperkuat kuda kuda
menghadapi saat dimana saya disebut “pensiunan” atau eks banker dalam aksi
nyata dan doa sekuatnya. Hingga saatnya tiba, Saat dimana saya benar benar tak
bisa lagi perang dan membohongi
keyakinan saya.
Ibu yang bahagia, sumber keluarga bahagia.
Apakah pensiun menjamin
kebahagian keluarga? Belum tentu. Tergantung pada seberapa baik kita
mempersiapkan kehidupan tahap kedua ini. Namun, dengan berbagai persiapan yang
pernah saya lakukan, saya berani mengklaim bahwa betapa saya bahagia dengan
keputusan saya yang sudah lama saya mimpikan dan persiapkan ini. Qadarullah,
akhirnya saya pensiun di usia 38 tahun,
tepat dua tahun sebelum usia 40. Dan
saya, merasakan kemerdekaan dalam segala hal di usia dewasa saya.
Kenapa saya sangat concern dengan kebahagiaan saya lebih dahulu? Karena
dari berbagai literatur yang saya baca, ibu yang bahagia sesungguhnya adalah
sumber bahagianya sebuah keluarga. Berapa banyak kasus kriminal yang terjadi
baik pada suami maupun pada anak anak terjadi karena ibu yang stress?? Dan
Naudzubillahimindzalik, saya tak mau itu terjadi pada keluarga tercinta saya.
Sekali lagi bukan juga karena
saya stress menghadapi pekerjaan saya walau berat, namun, ibu memang tetaplah
ibu, walau terlambat menjadi madrasatul ula (madrasah pertama) bagi anak saya,
setidaknya saya sudah mencoba memperbaikinya semampu saya.
Strategi dan Persiapan Menjelang Pensiun.
Mendengar saya (akhirnya) keluar dari pekerjaan saya, banyak keluarga
dan teman sekantor, para pejabat divisi lain yang menyayangkan. Di sisi lain,
kawan- kawan se- frekwensi di komunitas dan lingkungan baru benar benar menyambut
baik “kehadiran” saya. Tak sedikit pula, sahabat perempuan yang bercita- cita “ingin
berhenti” walau tak kunjung pergi juga banyak mendatangi saya untuk berdiskusi,
meminta pendapat bagaimana memperkuat keputusan diri.
Pada beberapa kawan sudah sering
saya sampaikan, tapi hingga tulisan ini saya buat, sampai kemarin masih ada
sahabat perempuan saya yang galau habis ingin keluar dari pekerjaan saat ini
dan bingung mau memulai dari mana.
Tulisan ini, saya dedikasikan
buat mereka.
Ada 11 langkah yang saya upayakan dalam persiapan pensiun saya, sebagai
berikut :
1 1. Melunasi
hutang piutang.
Saya akan ceritakan soal hutang hutang keluarga dan bagaimana saya
menyelesaikannya pada tulisan lain ya..
karena ini bisa jadi satu Bab sendiri hahaha.. Proses ini berjalan selama 10 tahun. Saya harus melunasi hutang hingga hampir 1 Milyar. Praktis semua uang yang saya dapat harus saya gunakan untuk menutup seluruh hutang terlebih dahulu. Jangankan main bola, membaca saja aku sulit. Eh...
2. Menyiapkan
dana cadangan.
Dana ini adalah total pengeluaran perbulan saat itu dikalikan 6.
Misalnya pengeluaran 5 juta sebulan x 6 maka Dana cadangan yang harus
dipersiapkan adalah 30 juta rupiah.
Saya memang mencatat seluruh pemasukan dan pengeluaran keluarga
sejak saya mengenal diri saya. Karena saya memang ditugaskan ibu saya sebagai
“Mbok Mban” di rumah. Yang berfungsi ngatur ngatur duit rumah. Budaya ini
akhirnya terbawa sampai menikah. Dulu suami saya risih meoihat saya mencatat
uang keluar dan uang masuk dalam buku kas. Namun, seiring berjalannya waktu
beliau mulai terbiasa. Saya bilang padanya : “Tugas istri menjaga harta
suaminya. Dan ini adalah upaya saya untuk itu.
3. Mempersiapkan
mental diri sendiri, mental anak, mental suami dan keluarga besar.
Sesungguhnya, persiapan mental relatif lebih sulit dilakukan
dibandingkan menabung. Saat menabung, kita hanya berhadapan dengan nafsu,
sedangkan untuk poin nomer tiga ini, selain berhadapan dengan ego pribadi, juga
kadang perang dengan pendapat orang, budaya dan norma masyarakat, kelas sosial
hingga pandangan masyarakat. Jika kurang kuat bentengnya, potensi gagal
terbesar justru dalam proses ini. Berkali kali saya meyakinkan diri bahwa
apapun jenis pekerjaan saya, itu hanya “cara mencari uang”. Harusnya prestise
tidak menjadi bagian dari “cara” itu tadi. Saya sampai mengganti merk alat make
up setahun sebelum pensiun, agar kulit saya pun ikut menyesuaikan.
Saya beruntung akhirnya saya bisa percaya diri mengatakan saya mending hidup tetap berpengasilan daripada berpenghasilan tetap. Kapan kayanya??? Kapan merdeka nya? Bukankah 9 dari 10 pintu rezeki adalah berniaga? Ketika saya sudah “siap”, pihak lain yang saya perlu siapkan juga adalah anak anak saya. Mereka harus bersiap bahwa saya kemudian, adalah saya yang tidak lagi pulang dengan sogokan seplastik jajanan dari supermarket atau setimbun donat merk luar negeri.
Namun, yang menguras air mata saya justru jawaban anak anak dalam pelukan saya sambil bilang : “Kami gak butuh jajan ma, kami butuhnya mama…..” So sweet… Juragan kembar saya ini memang paling pandai menaikkan kuping saya sampai kadang hilang dari tempatnya.
Saya beruntung akhirnya saya bisa percaya diri mengatakan saya mending hidup tetap berpengasilan daripada berpenghasilan tetap. Kapan kayanya??? Kapan merdeka nya? Bukankah 9 dari 10 pintu rezeki adalah berniaga? Ketika saya sudah “siap”, pihak lain yang saya perlu siapkan juga adalah anak anak saya. Mereka harus bersiap bahwa saya kemudian, adalah saya yang tidak lagi pulang dengan sogokan seplastik jajanan dari supermarket atau setimbun donat merk luar negeri.
Namun, yang menguras air mata saya justru jawaban anak anak dalam pelukan saya sambil bilang : “Kami gak butuh jajan ma, kami butuhnya mama…..” So sweet… Juragan kembar saya ini memang paling pandai menaikkan kuping saya sampai kadang hilang dari tempatnya.
Bagaimana mempersiapkan keluarga besar tentang keluarnya saya dari
pekerjaan? Saya gak bosan deklarasi. Saya mensosialisasikan mimpi saya, planning saya
kepada mertua, saudara ipar, adik kandung saya dan beberapa sahabat baik saya.
Dukungan mereka turut menguatkan saya menghadapi bully.
Yang terakhir saya siapkan adalah suami saya. Beliau awalnya tidak yakin
saya mampu melewati masa masa sulit. Dia meragukan kewarasan saya kalau saya
pensiun. Karena menurutnya, workaholic adalah nama kedua saya.
Saya cuma bilang : “Saya hanya berhenti bekerja di luar rumah, tapi saya sudah
merancang pekerjaan saya di dalam rumah.”
Beliau mendukung, walau dengan wajah bagai emoticon
confused. Hehehe.. tak apa.. Saya tak butuh pengakuan, saya hanya butuh
sandaran eakkkkk…
Kami pun mengganti visi misi keluarga kami, merencanakan kegiatan
bersama ketika saya sudah di rumah, menyatakan komitmen untuk "mengaji"
bersama, hingga berbagi peran mengelola "rumah" kami karena saya
sempat menghentikan asisten rumah tangga dalam rangka adaptasi finansial.
4. Menentukan
passion, mengganti visi dan misi hidup
Tahap ini dijalani cukup
lama. Karena saya harus berpuasa Senin Kamis, melakukan rangkaian sholat hajat,
meminta petunjuk berbulan bulan untuk menetapkan hati ingin melakukan apa
setelah pensiun. Gak mudah, tapi nikmat karena saya menikmati
prosesnya. Oh iya visi dan misi ini
harus ditentukan bersama keluarga. Saya meminta suami dan anak anak untuk
terlibat untuk meningkatkan bonding dan sense
of belonging.
5. Mengganti komunitas banker to be baker
Untuk mendukung penguatan mental saya, saya harus rela berdamai
dengan diri sendiri untuk beradaptasi mencari komunitas baru yang frekwensinya
sama. Saya berharap vibrasi dari mereka ikut menguatkan saya. Menurut saya ini
sah saja dilakukan. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh orang lain. Kata
almarhum ayah saya, “jika kau ingin wangi bertemanlah dengan tukang minyak
wangi”.
Karena saya berencana akan serius di bisnis kuliner, saya mencari
komunitas baking emak emak deez kitchen. Saya
ingat betul, saat saya ikut kelas mba Diah Lestari, saya meminta muka saya
dikasi emoticon kalau foto sebab seringnya kelas diadakan di hari kerja, walau
seizin bos saya, dan dilakukan setelah pekerjaan saya selesai, tapi saya tetap
berusaha menjaga nama baik perusahaan. Semoga Allah mengampuni korupsi waktu
jam kerja saya.
Kemudian, sebagai calon pengusaha, saya bergabung dengan komunitas TDA, komunitas pengusaha yang skalanya Nasional. Disini, saya berkesempatan belajar dengan mentor mentor bisnis yang canggih.
Selain itu, karena saya ingin memperkuat fungsi “ke-ibuan” saya, saya juga bergabung dengan Kelas Ibu Mengajar, dan saya mendaulat Umi Kurniasari Mulia, founder LPPA dan Gerakan Ibu Mengajar sebagai penasehat spiritual saya. Beliaulah, salah satu saksi hidup air mata kesulitan masa masa titik terendah dalam hidup saya.
Kemudian, sebagai calon pengusaha, saya bergabung dengan komunitas TDA, komunitas pengusaha yang skalanya Nasional. Disini, saya berkesempatan belajar dengan mentor mentor bisnis yang canggih.
Selain itu, karena saya ingin memperkuat fungsi “ke-ibuan” saya, saya juga bergabung dengan Kelas Ibu Mengajar, dan saya mendaulat Umi Kurniasari Mulia, founder LPPA dan Gerakan Ibu Mengajar sebagai penasehat spiritual saya. Beliaulah, salah satu saksi hidup air mata kesulitan masa masa titik terendah dalam hidup saya.
6. Menghadiri berbagai majlis ilmu dan memperbanyak sedekah.
Masyaallah tabarakallah, sungguh kita dimudahkan oleh zaman ini
bahwa berbagai masjid dan tempat sudah sangat mudah diakses, dan banyak sekali
tersedia kajian yang dapat dinikmati. Tinggal memilih yang sesuai dengan keyakinan. Ini
sangat perlu untuk memperkuat dan mempertajam mata hati untuk melihat sesuatu
yang benar tetaplah menjadi benar.
Bersedekah, mewakafkan ilmu yang dimiliki buat anak anak dan perempuan kurang beruntung saya percaya dapat membantu membuka jalan jalan rezeki.
Bersedekah, mewakafkan ilmu yang dimiliki buat anak anak dan perempuan kurang beruntung saya percaya dapat membantu membuka jalan jalan rezeki.
7. Mengikuti
berbagai sertifikasi terkait bidang yang ingin digeluti selanjutnya.
Saya mengambil aneka sertifikasi di bidang kuliner, dan
kewirausahaan untuk mendukung langkah langkah kedepan.
8. Menambah
Skill dan kompetensi.
Sebagai Antropreneur yang menyukai dunia
pendidikan, saya tak ingin, mengajar hanya bermodalkan ijazah S1 dan S2 saja.
Saya kembali mengambil kursus- kursus singkat, workshop bidang kuliner, seminar dan training di bidang pendidikan dalam rangka meng-upgrade wacana
berfikir saya.
9. (Tak
bosan) mencari referensi
Untuk melengkapi informasi, saya mengakses youtube dan membaca banyak buku buku. Sambil mengedukasi anak anak saya, kami juga berkegiatan di Perpustakaan Daerah.
10.Menyusun
rencana usaha
Apa usaha yang mau saya pilih. Kenapa saya memilih itu? Alasan
pertama saya menentukan usaha selain melihat peluang yang ada, saya juga ingin
usaha ini berangkat dari hobi. Logikanya kalau usaha yang digeluti sesuai
passion, saya tetap bahagia dan tidak merasa tertekan melakukan upaya upaya
besar untulk ,mencapai target target saya. Walau Bang Roma marah Ani begadang,
saya tetap bisa melek dua hari dua malam meyiapkan orderan. Asal hasilnya
jutaan..Hahaha..
11. Mencicil
Perlengkapan Usaha
Selain perlengkapan saya juga menyiapkan logo usaha, kartunama dan
kemasan yang baik untuk produk yang akan saya hasilkan. Jadi dari awal saya sudah
menuliskan kira kira siapa calon customer saya dan seperti apa produk saya
ingin dikemas.
Untuk mencicil perlengkapan Usaha ini, jujur saya mulai dari modal Rp. 200.000 di tahun 2010. Sampai akhirnya usaha saya ada di titik ini, murni tidak ada pinjaman dari pihak eksternal. Usaha ini membesarkan dirinya sendiri dari keuntungan sedikit demi sedikit yang saya kumpulkan.
Untuk mencicil perlengkapan Usaha ini, jujur saya mulai dari modal Rp. 200.000 di tahun 2010. Sampai akhirnya usaha saya ada di titik ini, murni tidak ada pinjaman dari pihak eksternal. Usaha ini membesarkan dirinya sendiri dari keuntungan sedikit demi sedikit yang saya kumpulkan.
Menurut kawan kawan pembaca
apakah langkah langkah di atas mudah dilakukan? Tergantung tekad. Jika sudah
ingin dan menggebu-gebu, biasanya orang tak akan merasa kesulitan. Talk Less Do More. Yang penting gak bacrit (banyak crita). Jujur, memikirnya lebih lelah daripada
melakukannya. Maka memang sebaiknya lakukan yang sudah dirancang, dan
rancanglah yang diimpikan. Biar gak apa
kali brow..
Saya ingat suami saya pernah
bilang ketika saya ketakutan menghadapi sebuah uji kompetensi : “ketakutan cuma
ada di fikiran saja, bukan di kenyataan”
Dan akhirnya saya memilih
menghadapi kenyataan. Hari ini, tepat
dua tahun saya merdeka secara finansial. Tidak lagi bergantung dari “gaji
bulanan” saya bisa menciptakan “uang” kapanpun saya mau atas izin Allah.
Karena, saya yakin, berapapun uang yang kita punya hari ini, bukan karena kita
pintar mencarinya, bukan karena kita hebat mengumpulkan, tapi karena Allah,
Sang pemilik langit dan bumi, Sang Maha pemberi rezeki, memutuskan sesuatu itu
berada dalam genggaman kita sekarang. Sebaliknya, jika Dia tak ingin, dalam
sekali “kun faa yakun” Dia akan habiskan semuanya tanpa kita kuasa menolaknya.
Sebagai hamba kita bisa apa???? Kata Allah, “Aku tergantung prasangka hambaku”
ya kalau kita mau baik baik saja, mintalah pada-Nya. Udah itu aja. Yang lain lainnya
hanya ikhtiar. Jangan kerjakan pekerjaan Tuhan kalau kau tak mau dilaknat oleh
dunia. “Kejarlah akhiratmu, maka dunia akan mengikut”
Tak cukupkah janji Allah itu?
Kalau menurutmu tak cukup, sesungguhnya aku meragukan keimananmu. Hehee…
Bukannya sok beriman gaesss…
Apapun, semoga bacaan ini ada manfaatnya bagi kawan kawan yang merasa senasiph dengan saya kemarin. Semoga
tulisan ini bisa menjadi alat bergandengan tangan yang cukup bisa dirasa walau
tak dapat diraba.
Selamat mengambil keputusan dan menerima konsekwensinya
ya.. Sudah siap pensiun besok?
Sesuatu dikatakan berhasil jika ada barang buktinya hahaha... |
27 komentar
Ruarrrr biasa..
BalasHapusAda temen yang resign dari kantor nya karena ingin fokus mengasuh anak.
Tapi dia tok mengasuh. Begitu kehidupan berbalik 180 derajat dia stress apalagi ppas buka timeline sosmed. Ngeliat si A begini, si B begitu. Envy menghantui.
Trus sharing ke awak.
Trus awak bilang aja..
"SSemua orang di sosmed itu, hanya menampakkan beranda rumahnya, gak ada yang menyajikan dapur ataupun belakang rumahnya yang berantakan. Jadi kita lihat si A prestasinya begini begitu, kelihatan enak. Bisa jadi ia sedang menyimpan duka, banyaklah.. entah rindu kehadiran anak, entah rindu pengen punya sandaran hidup, entah rindu pengen sesuatu yang Justru adanya di kamu. Jadi, hidup yang kita tangisi, terkadang adalah hidup yang orang lain impikan"
Setelah itu, Alhamdulillah dia udah punya kegiatan bermanfaat.
Alhamdulillah.. itulah kadang ya Cha benteng dari dalam lebih Penting. Karena hati kita Kita yang benahi.bukan orang lain.. semoga kawan icha senantiasa dimudahkan hari hatinya oleh Allah yaaaa
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKeren sekali. Terimakasih sudah mau berbagi pengalaman yang luar biasa cantik 👏👏
BalasHapussama sama kakak
HapusMenginspirasi sekali kak siska. Memang keluarga itu penting banget dan harus diutamakan. Apalagi anak2 pastinya selalu butuh sosok ibu kan di rumahnya
BalasHapusiya banget bang... kudu kuat
HapusWuah keren banget. Terima kasih tipsnya. Sebenarnya bagi saya sendiri mengatur keuangan itu enggak mudah.
BalasHapusberdasarkan pengalaman, lingkungan berpengaruh menekan kebutuhan hehehe
HapusWalaupun dosen BUP nya 65 tahun, wallahua'lam yaa,, klpun dikasih usia yg panjang sm Allah, keknya capek x lah tua² pun masuk kelas ngadapin mhsw selevel cucu awak. Wkwk. Palagi si abang ytc nawarin jelong² aja berdua, umroh bolak-balik, ngunjungi anak-menantu dan cucu. Hihi...
BalasHapusNice share, Kak Siska... Like it
lebih enak jelong jelong buuu hahaha
HapusSepertinya aku juga akan memasuki masa pensiun itu nanti....hmmm.
BalasHapusdikau mudah masuk masa pensiun bangda.. urusan yu kan dah beres hahaha
HapusMantap dah buk dosen dan enterpreneur satu ini, makasih banyak ulasannya kak. Seperti kami yang pegawai swasta perlu memikirkan masa pensiun dari sekarang. bukan hanya soal materi tapi juga tentang hidup yang bermanfaat.
BalasHapusdan gak ada yang perlu ditakutkan sebetulnya heheh
HapusWah, keren kakak, jadi Nara sumber. Ilmunya menambah wawasan. Thanks ya sudah berbagi
BalasHapussama sama kakak.. terima kasih juga sudah komen yaaa
HapusSetelah baca artikel dari BukDos ini, Jadi pengen pensiun cepat cepat, kak. Langkah pertama yang diterapkan itu, yang soal utang. Hahahah
BalasHapusKeren kali BukDos ini. Pengusaha, motivator, penulis. Ah pokoknya paket lengkaplah. Mantul
semangat alfiiiii kamu bisaaaa
HapusWah senang banget dengan artikel ini kak, apalagi menjelang pensiun nanti maka menyiapkan usaha adalah lebih baik ya kk.
BalasHapuswaaah aku lebih senang di komen kak Arda... makasi kak sudah mampir
HapusKapan nge-podcast lagi kita? Hahahaa
BalasHapuskapan aku menolakmu eaaaaak
HapusArtikel yang sangat menarik mbak. Kebetulan saya juga lagi prepare pensiun dini ini. Dibutuhkan kesiapan mental dan kesiapan finansial. Baca ini langsung terpacu. Thankyou
BalasHapusbahagia jugaaa dikomen kakak makasi sudah mampir kak.. semoga segera terealisasi cita citanya ya kak..
HapusLuar biasa kak siska, alhamdulillah saya dapat insight baru nih apa saja yang harus saya lakukan di masa pensiun nanti meski saya hanya IRT dan blogger saja :)
BalasHapussiyaapp... kita juga perlu membantu suami bersiap menghadapi pensiun ya kak.. biasanya bapak bapak lebih rentan kena post power sindrom ... semoga aman yaaaa
Hapus