10 Tahun Bersama Lupus - Part 6 (Akhirnya benar benar End)
September 19, 2019Foto Kenangan bersama keluarga besar Jamkrindo, perusahaan tempatnya berkarir. |
Akhirnya Sang Survivor itu Berpulang (19 09 82 - 18 03 19)
Butuh setidaknya seratus delapan puluh tujuh hari
(baca 187) buatku untuk bisa kembali menuliskan sesuatu tentangnya.
Sesungguhnya postingan ini sedikit memaksa. Niat
hati jauh jauh hari aku akan mengakhiri cerita ini di tanggal hari kelahirannya
yang kebetulan tahun ini jatuh pada tanggal cantik 19 09 19.
Sesungguhnya besok pagi pukul 07.00 aku harus
menghadiri undangan wisuda anak didik di kampus tempatku belajar untuk
mengajar.
Sesunggguhnya saat ini tensiku belum beranjak dari
angka 90/70.
Sesungguhnya malam ini perut sedang sebah seakan
ada angin yang berlarian di dalamnya.
Tapi aku berhasil menyemangati diri sendiri untuk
tetap melanjutkan draft tulisan ini.
Kak Nora, kakak ipar Fenty yang sulung di hari
Fenty dikebumikan sudah meminta tulisan ini diselesaikan. Sahabat blogger, adek
angkat, desy zulfiani juga mengusulkan
tulisan ini segera diselesaikan part akhirnya begitu juga para kawan, sahabat
dan pembaca setia jalan cerita ini pun meminta demikian.
Aku tahu konsekwensinya, kalau gak mata bengkak akibat nangis sepanjang malam, mungkin ya bindeng.
Jujur, aku susah move on, tapi aku berusaha sekeras hati untuk tidak gagal.
Walaupun, satu kali beberapa malam yang lalu, saat aku trial menghadiri orang
yang meninggal
Pada tulisan lupus part 5 sebelumnya aku sudah
bercerita bagaimana kami hijrah pada pengobatan Thibun Nabawi akibat kehabisan
dana. Syukur kepada Allah, akhirnya itu menjadi cikal bakal kami sekeluarga
mengenal produk Halal tersebut dan mulai istiqomah mengkonsumsinya.
Butuh waktu lama buatku untuk bisa kembali menerima
kehadiran “rumah sakit”.
Butuh waktu gak sebentar buatku untuk kembali
menghadiri berita kematian.
Beberapa malam kemarin, anak seorang ketua
organisasi tptku belajar berpulang. Menemani Bang Iwan aku ikut kesana. Aku
pikir aku telah siap. Tapi ternyata berhari hari setelah itu aku didera
ketakutan. Wajah wajah almarhum mama, papa dan Fenty datang silih berganti setiap
malam. Bahkan ketika mayit tiba di rumah duka setelah proses autopsi di Rumah
Sakit, dimataku, makhluk tak bernyawa berbungkus kafan dengan wajah terbuka
hidung ditutup kapas itu adalah Fenty. Astaghfirullah…
Dalam sebuah tayangan ceramah Ustad Khalid
Basalamah di Youtube channel pernah kulihat katanya, “Biasanya, sebelum Allah
kasi kita musibah yang besar, biasanya Allah akan kasih kita peringatan kecil
dulu agar kita bersiap siap.”
Sesungguhnya aku telah menerima kejadian percobaan
ini saat Fenty koma selama 30 jam di rumah, saat itu aku betul betul takut
kehilangan. Namun, dari kejadian itu aku benar benar memahamkan diri bahwa
segala sesuatu bisa terjadi tapi entah kapan. Hanya saja, saat Allah coba
dengan kejadian kecil itu, hatiku masih menolak. Aku bisikkan ke telinganya
saat itu : “ Biarlah kau kehilangan memori otak dek,
biar kau tak bisa bicara, asal Allah izinkan kau tetap bersama ku.. Seperti
janjiku samamu dari kita menerima penyakit ini pertama kali, Aku akan berjuang
semaksimal kemampuanku untuk kehidupan kita ini.”
Tapi, mungkin menurut Allah ini lebih baik buat
kita. Buatmu, buatku dan buat kehidupan orang orang yang sayang kita.
Sekarang tak kan sama lagi |
Detik Detik terakhir menjelang perpisahan
Sejak kehilangan memori otak, banyak hal yang
hilang dari dirinya. Dia tak lagi tertarik diajak ngobrol soal cita cita.
Biasanya, aku senang membangkitkan emosinya dengan menggantungkan angan angan
bersama. Tentang kelangsungan bisnis mumu drink, es kesturi yang dia bidani
kelahirannya. Dulu, terjual sekontainer aja dia senang bukan kepalang. “Kalau
kita isitiqomah gini terus yank, awak bisa resign, fokus ngurus usaha aja
dirumah…” katanya pada Koko saat itu. Aku bilang :” Pokoknya ko gak perlu capek
capek. Kalau Allah takdirkan kau punya anak, biar aku yang urus anakmu. Kau
nyalon aja santai santai yaa. Gak usah pala jadi pikiran”
Biasanya dia sumringah sambil bilang :” betol ya
kak.. Kalau kau yang jaga anakku aku percaya… daripada pembantu “ huft….
Segalanya berubah jauh. Dia tak lagi bergemin
diajak cerita bisnis, apalagi kerja. Tapi masih tertawa ngakak kalau aku
ceritakan kemajuan tingkah polah syaffa ammar.
Kebahagiannya juga dia tunjukkan saat Syaffa mulai
nge – blog. Dia share tulisan syaffa yang belum banyak kemana mana sambil
bilang : “ Liat ni, nurun kak ika dia suka nulis” (dengan bahasa tubuh karena
selain kehilangan memori otak dia juga kehilangan syaraf bicara.
Tapi dia masih ceria ketika disuapkan bubur talbinah, diajak milih menu makanan dari
IG, betapa sampai akhir hayatnya dia berusaha menyenangkan orang orang
dekatnya.
Video Call terakhir, dia mulai ngawur. “kak, Fenty
gak sadar, apa yang harus awak lakukan? Kakak kesini ya..” pinta Koko waktu
itu. Karena tau akan panjang, aku memutuskan tidak bawa kendaraan, aku akhirnya
memanggil ojek online. Pada Syaffa Ammar aku sampaikan, “Ujing gawat, kalian
baik baik di rumah, nanti malam, minta papa antarkan kalian ke denai ya.. Kita
nginap di rumah Ujing..”
Tapi Koko berkali kali membangkitkan keyakinan
bahwa ini mungkin bagian dari proses “akan sembuh”. Jujur, ketika terakhir kami
membawanya ke Rumah Sehat dikarenakan Fenty kembali tidak sadar aku mulai
mempersiapkan diri. Satu yang aku tanamkan dalam hati : “ Kau cukup harus
menata hati Siska, siapkan dirimu untuk kemungkinan terburuk. “ Walau hingga
hari ini, aku tak pernah benar benar siap.
Saat mau ke Rumah Sehat, entah kenapa ban mobil
kami bocor dan gak bisa dibawa. Koko dan aku berinisiatif memanggil driver
online. Tapi, Fenty, yang sudah tidak sadar mengamuk, sambil histeris menjerit
: “ Kak ikaaaaa kak ikaaaaa…” Cuma namaku yang disebutnya hingga saat saat
terakhirnya. Dia gak mau naik mobil yang bukan miliknya. Akhirnya, Koko
mengganti ban dengan keadaan kami tetap di dalam mobil. Dia tetap histeris. Aku tau, dia tidak mau
lagi di bawa berobat. Dari masih sadarpun dia sering bilang “ Aku lelah, kak”
Tapi kami bisa apa? Sebagai keluarga yang merawat,
tak rela hati ini hanya menunggu paling tidak, kami berusaha semaksimalnya dalam
ikhtiar.
Akhirnya, Rumah Sehat menolak. Dari pemeriksaan
disana HBnya sudah dibawah 4 dan harus transfuse. Sementara dalam pemeriksaan
medis, untuk kejadian seperti itu pada pasien lupus, tidak bisa dilakukan transfusi
darah sembarangan. Harus detail.
Akhirnya kami sepakat ke Rumah sakit dan kembali mengikuti tahapan yang
semestinya menurut medis.
Fenty ngamuk. Sepanjang hidupnya dia memang
konsisten dan konsekwen. Dia kesal padaku Sejak awal sudah beralih pengobatan, kenapa
dia dibawa ke rumah sakit lagi? Ditelinganya kubisikkan : “kami sayang kau
dek.. Kami berharap Allah kasi keajaiban dengan jalan ini. “
Dia masih kesal. Sepanjang malam dia mengerang.
Sesekali dia memanggilku menjerit sambil menangis : “ Kak ikaa kak ikaaaaaa kak
ikaaaaa” (sambil meletakkan jari telunjuk diatas bibirnya)
Itu isyarat… Papa kami, sudah datang memanggilnya
dalam bayangannya. Itu terjadi berkali
kali.
Aku berusaha menahan rasa gemetar. Dalam hati aku
pikir : “Mungkin mereka segera berkumpul bersama” Mereka orang orang baik… Aku
menangis tak berhenti.
Sampai pada satu malam setelah beberapa hari dirumah
sakit Fenty ngamuk minta pulang. Dia tunjang pagar tempat tidur rumah sakit
sekuatnya. Akhirnya aku menyerah aku bilang pada koko : “Kita pulang.. dia gak
ridho di bawa kesini. Biark\lah kita kembali merawat dia di rumah ko.”
Koko gak ada pilihan dan nurut aja. Sepanjang perjalanan
pulang dia ngotot mau duduk, mau liat lampu jalan, nunjuk nunjuk bus lewat,
menarik narik jilbabku, memberi kode orang sedang menelepon.
“Ko, telpon la si Kakak (Kakak sulung Koko yang
sangat dekat dengannya dan sedang pulang ke Sibuhuan saat itu) dia mau Kakak ada di sini”
aku minta pada Koko.
Akhirnya malam itu juga kami memaksa kakak kembali
ke Medan walau sibuk dan urusannya belum selesai. Demi meyakinkan kakak bahwa
itu permintaan Fenty, aku kasi HP ke Fenty, dalam keadaan tidak sadar dia
bergaya seakan akan sedang menelepon. Ku foto dia kukirimkan kepada Kakak.
Kakak menangis tak berhenti. Akhirnya kaka kembali ke Medan malam itu dan tiba
di Medan sore.
Aku, Syaffa dan Ammar menginap di denai. Syaffa
Ammar kuliburkan. Aku tak mau menyesal. Sore itu, saat kakak sampai, Fenty
dalam keadaan tak sadar memberikan kode kode untuk melakukan banyak hal. Dia
meminta digendong ke kamar Bou (mertuanya) membuka lemari baju menunjuk kain
panjang. Meminta kami membawa tumpukan kain panjang di lemari bou dibawa ke
kamarnya.
Setelah menyiapkan kain panjang, Fenty menjerit
jerit menunjuk lemarinya. Kami bingung dia marah. Ternyata akhirnya kami tau
bahwa dalam lemari itu sudah terbungkus rapi kado ulang tahun buat Syaffa Ammar
yang sudah dia suruh Koko persiapkan jauh jauh hari. Harusnya kado itu,
diserahkan tanggal 27 Maret tapi, detik detik terakhir itu dia mau kado itu
diserahkan sebelum dia pergi.
Astaghfirullah..
Ketika kakak tiba di Denai, kami menangis bersama.
Kakak, tidak menerima kondisi Fenty memburuk. Kata Kakak waktu itu : “ Ya Allah
dek, kakak tinggalkan sehat kenapa sekarang kayak gini dekkk??? Sehatla dekk…”
kakak terus menangis.
Kami semua terbawa suasana.
Sore itu, Fenty mau berkeliling Denai naik Mobil
bersama Koko dan Kakak. Aku disuruhnya pulang ke rumah. Dalam suara suara
ngawurnya aku lafadzkan : “Kenapa dek? Ko takut Bang Iwan gak ada yang urus
makannya? “ Dia mengangguk. Hingga sudah
mau pergi pun dia pikirkan Abang iparnya tentu makan gak jelas karena kami
menginap beberapa hari di rumahnya.
Waktumu telah sampai.
Dengan berat hati aku pulang. Saat itu bertepatan
ada perayaan Hari Bhayangkari. Aku, sudah terlanjur menerima pelunasan
pemesanan tumpeng ibu ibu Polisi. Aku Gak punya pilihan. Setelah kupeluk
sepuasnya aku bersama anak anak pulang untuk nyicil buat tumpeng yang akan
dijemput pukul 6 (enam ) pagi tanggal 18 Maret 2019.
Sedang asik menyelesaikan tumpeng Adek bungsu Koko
menelepon. “Kak Ika, Kemarilah kak… Kak Fenty kok gak ada lagi denyut
jantungnya”
Blarrrrrrrr!!!! Seketika dunia gelap. Kutinggalkan
segala tumpeng kami ber 4 langsung ke Denai.
Tiba di Denai Bou dan yang lain sudah menangis
menghadapi Fenty dipangkuan mereka. Koko terduduk di pavilion samping rumah
menatap dinding. Aku tergugu. Allah, entahlah.. entah kenapa aku tak diizinkan
berlama lama bersama mereka.. Yang Aku sayang dan menyayangi aku tanpa syarat.
Fenty ku sudah kaku. Kata Koko, nafasnya berhenti tepat saat Adzan Isya
berkumandang. Dia menjalani proses sakaratul mautnya dipangkuan suaminya.
Disaksikan Mertua, adik dan kakak iparnya. Dari dulu, aku selalu taka da langkah
menghadapi detik terakhir mereka. Mama, Papa dan akhirnya Fenty, pergi tanpa
aku disampingnya.
Entahlah, mungkin aku memang tak mampu
menghadapinya.
Lemas…. Selemas lemasnya… Bang Iwan tetap memanggil
dokter untuk memastikan. Setelah dokter memastikan, kami pun bersegera
mempersiapkan segala sesuatunya. Pengumuman dibuat.
Aku yang lemah malam itu, tetap harus professional,
selesai membereskan Fenty di Denai, Aku kembali ke rumah sendirian untuk
melanjutkan membuat tumpeng mulai pukul 03.00 dini hari. Syaffa Ammar tinggal bersama Ujing biar puas.
Alhamdulillah akhirnya aku dan Yeti, kakak angkat yang mensupport mumubutikue
bahu membahu menyelesaikan tumpeng tepat pukul 06.00 pagi. Untungnya Cla dan Yola,
mahasiswaku yang juga menjadi tim mumubutikue, datang untuk menghandle
penyerahan tumpeng yang akan dijemput Ibu Bhayangkari. Akupun kembali ke Denai.
Bersama orang orang tersayangnya dan orang orang yang mendukung kami,
mengantarkannya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tepat di sebelah makam almarhum papa mertuanya sesuai permintaan keluarga yang tak ingin menghapus kenangan bersamanya...
Tak ada lagi telpon telponmu pagi pagi Cuma nanya
apakah sepatumu mecing sama baju kerjamu.
Tak ada lagi canda –candamu manggil aku toke sawit.
Tak ada lagi video call mu untuk nanya mana baju
yang cocok dibeli online
Tak ada lagi yang menawarkan diri megang plastic
duit omset pameran pameran kita.
Tak ada lagi yang ngajak hunting baju hari raya.
Tak ada lagi kado kado indah buat Syaffa Ammar.
Tak ada lagi ayam semur yang kau masakkan untuk
syaffa ammar di hari Sabtu.
Tak ada lagi makan makan teknologi bersama.
Tak ada lagi yang hgajak ke lau debuk debuk
berendam subuh subuh.
Tak ada lagi yang mintak bikinin pantun kalau mau
ngemsi di kantor.
Tak ada lagi yang ngajak ke mall.
Tak ada lagi yang minta dikawanin olahraga ke
lapangan merdeka.
Tak ada lagi yang minta kawanin ke Rumah Sakit..
Tak ada lagi… Ah……
Olahraga terakhir bersama |
Akhirnya atas nama almarhumah aku mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya segenap jiwa atas semua bentuk perhatian, kasih sayang yang selama ini dilimpahkan suami dan keluarganya semasa hidupnya.
Pada Allah kami mohonkan ampunan, Mohon dimaafkan segala kesalahan yang pernah diperbuatnya semasa hidup walau dalam khilaf sekalipun.
Sebaik baiknya balasan hanya dari Allah.
Pada Allah kami mohonkan ampunan, Mohon dimaafkan segala kesalahan yang pernah diperbuatnya semasa hidup walau dalam khilaf sekalipun.
Sebaik baiknya balasan hanya dari Allah.
Innalillahiwainnailaihi Roji’un.
Semoga Allah hapuskan semua dosamu, dek.
Semoga Allah lapangkan kuburmu.
Semoga Allah kumpulkan kau bersama orang soleh
soleha
Semoga kau husnul Khotimah.
Semoga kau diizinkan Allah ke surga-Nya.
7 komentar
Kk terbaik semoga almarhumah husnul khotimah
BalasHapusSmoga kelak dipertemukan kembali di JannahNya. Aamiin.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHaru membacanya.... semoga doa siska dikabulkan Allah Swt utk adek tersayang
BalasHapusAlfatihah...
BalasHapusGak tau harus nulis apa...
Sabar dan tetap semangat
Alfatiha buat fenty sayang😭😭😭.. Adek yang baik..gak pernah jahat sama orang ..semoga Husnul Khotimah ya dek 🙏🙏😢😢
BalasHapusSalah satu penyesalan ga berjumpa di masa sakitnya, merasa bersalah tapi ya itulah takdir,, semoga kak ika kuat menghadapi masa depan yg kadang kita gak tau siapa yg mendahului. Semoga kita juga husnul khotimah ya kk.
BalasHapus