10 Tahun Bersama Lupus – Part 4
Januari 25, 2019
“Dan segala sesuatu
kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
(QS. Adz Dzariyaat :
49)
Akhirnya memutuskan untuk menikah, walau awalnya ogah.
“Aku gak mau! Gak mau aku nikah!
Gosah maksa kau…” dia emosi, protes sambil membentak bentak. Aku sebetulnya
malas membicarakan soal ini. Aku tahu, untuk gadis berusia 30 tahun lebih,
belum menikah, tak punya orang dekat, ini adalah hal sensitif. Tapi, aku mau
apa? Sebagai kakak aku punya kewajiban mengingatkan jika ada ibadah yang belum
tertunaikan. Paras cantik, keuangan mapan, pekerjaan bagus, logikanya, apalagi
yang dicari hidup ini? Aku gak mau Fenty terjebak dalam kesombongan yang menjerumuskan.
Walau bagaimanapun, seorang perempuan mapan yang punya jabatan berpotensi pongah
dan sombong. Cenderung menghargai dirinya terlalu tinggi. Terserahlah jika orang
lain melakukan hal demikian. Tapi aku tak mau adikku kena azab karena ini. Saat
itu, Fenty sedang memikul tanggung jawab di kantor cabang baru di Banda Aceh. Kupikir
ntah ada dalam hatinya sikit congkak
dengan jabatan yang dipegangnya saat itu.
“Ko gak usah sok paten dek.
Jangan sampai kau nanti di Padang Masyar gak ada kelompok. Lari sana sini tak
dianggap pengikut Rasul kau nanti.” Aku mulai ngancam. Terserahlah kalau
dengarnya gak enak.
Dia malah nangis. “Aku bukan sok
paten Kak. Ko tengok Bu Ad,
ditinggalkan sia sia kan? Ko tengok si anu, dilepeh* lakiknya dia udah sakit. Ko
pikir apa ada laki laki waras jaman sekarang mau nerima perempuan penyakitan? Mau
setinggi apapun jabatan aku kak, gak gilak orang mau nerima aku. Mana ada laki
laki mau ngurus aku?”
Tangisnya makin kuat sampai
sesenggukan. Dia mencontohkan adek ibuku yang ditinggalkan suaminya kemudian
meninggal dalam keadaan mengidap kanker rahim dan otak stadium akhir. Dia juga
menyebut contoh contoh kerabat perempuan lain yang kurang beruntung dalam
menjalani rumah tangga. Padahal itu soal rezeki. Sehatpun, licin kalipun muka itu, kalau dasar garis Allah begitu ya begitu.
“Atau kau udah bosan ngurus aku? Kalau
ko bosan biar aku pindah rumah aja. Dari pada membebani kau..Capek kali kau
ngurus aku selama ini ya kan?”
Gantian aku yang nangis. Menyesali
perkataanku tak berkesudahan. “Maaf ya dek.. ampun la aku.. demi Allah gak ada
sikitpun aku merasa keberatan. Tapi kau kan bukannya sakit tegeletak. Ko layak
punya kehidupan manis dek. Aku yakin Allah sayang sama kau. Tapi udahla kalau
ko gak suka aku gak ungkit ungkit lagi soal pernikahan. Jangan marah kau ya…”
Akhirnya kami berpelukan. Kalau bukan
karena sayang, tak kan kupaksa. Kalau tak karena menikah itu ibadah tentu aku
tak berupaya. Sudahlah.. aku yakin rencana Allah pasti lebih baik. Kupikir,
sebaiknya aku menunggu takdir Allah saja. Memang gitulah pola komunikasi kami, tak ada manis manisnya tapi kami saling membutuhkan.
Hingga akhirnya.. entah bagaimana
mulanya, melalui Rina, sepupu kami tersayang dari sebelah ibu, Fenty mengenal seseorang,
melalui BBM itupun karena dipaksa paksa oleh Rina. Saat itu anak lajang itu
diluar kota dan Fenty masih dinas di Banda Aceh. Singkat cerita, dalam hitungan
bulan walau belum pernah bertemu dari cerita Fenty melalui telepon, lelaki itu
ngajak menikah. Aku malah lebih semangat.
“Apalagi dek? Cobalah mengenal dulu. Jangan buru
buru menolak. Entah ini jodoh yang Allah kirimkan itu.”
“Tulah kau. Sor kali kalo diajak
cerita itu. Inget ya kak, laki laki mapan, pekerjaan baik, mana mauuuuu punya
binik sakit lupus?”
Gilak buruk sangka sama Allah! Bikin palak.
Arrggghhhh…
Singkat cerita akhirnya aku meminta Fenty dan lelaki yang berniat melamarnya itu untuk datang ke Medan. Berkenalan sembari "penataran". Bagaimanapun aku juga harus mengetahui secara pasti keseriusannya. Lagipula, kami harus menceritakan soal Lupus yang hidup ditubuh Fenty. Pertemuan dengan lelaki misterius itu pun diatur.
Dalam pertemuan itu, aku
mengungkapkan terus terang soal kondisi Fenty. Soal Lupusnya dan kemungkinan
paling buruk sebagai akibatnya.
Jawabannya waktu itu : “Sakit itu kan dari Allah
kak, Allah juga nanti yang kasi obatnya. Kalau soal mati, kita yang sehat pun
bisa mati. Menurut awak itu hanya asbab*.”
Jleb!!!! Aku tenganga. Ada ya orang model kekgini di jaman orang makan orang.
Akhirnya cerita punya cerita, terjadi kata mufakat,
mereka saling mengenal dan memutuskan menikah dalam itungan sekian bulan saja.
Keluarganya datang melamar diterima aku dan suamiku, kami juga mengundang
beberapa sepupu almarhum papa dan keluarga lain dan rencana pernikahan pun
diatur. Karena mereka berdua masing masing dinas diluar kota, Padang Lawas – Banda
Aceh, akupun tak mengenal keluarganya, akhirnya aku mempersiapkan pesta
pernikahan mereka sendirian. Sudah diputuskan pernikahan dan resepsi dijadikan
satu acara saja.
Cuma limabelas hari. Ya lima belas hari saja
persiapan pernikahan itu. Aku mungkin orang paling bahagia saat itu. Entah
kenapa aku punya feeling yang sangat baik tentang Koko, laki laki yang akhirnya
menjadi adik iparku itu beserta seluruh keluarganya. Allah, memang selalu punya
rencana terbaik buat hambanya. Kita cukup bertingkah laku baik saja dan
berserah. Tak perlu banyak tingkah.
Persiapan Pinky
Wedding yang walau bikin mual tapi akhirnya membahagiakan.
Ketika aku menikah, almarhum Papa masih ada walau
mama sudah meninggal. Sedikitnya aku masih merasakan ada orang tua saat aku
menuju kehidupan baru. Tapi Fenty beda. Papa mama sudah gak ada. Mau gak mau,
aku dan suamiku lah jadi emak ayah yang harus mengantarkannya ke gerbang
pernikahan dengan sebaik baiknya. Aku bertekad dalam hati, pernikahan Fenty
harus menjadi yang tak terlupakan seumur hidupnya, bahkan melebihi
pernikahanku.
Fenty pencinta warna pink. Kalau berkesempatan main
ke kamar pribadinya, satu lemari pakaian warnanya kalau gak pink, ya
turunannya. Sebetulnya aku mau muntah lihat warna itu, tapi, demi royal pinky
wedding rangni* eceknya, kupaksa la diriku berdamai berkutat sama warna
pink gak seberapa itu selama proses persiapannya. Semoga minyak angin cap dewi
tunjong bisa membantu hahahaha…..
Beruntung, aku punya bos yang baik, sehingga diberi
keleluasaan waktu mempersiapkan acara pernikahannya. Mulai nyusun menu makanan,
belanja bahan makanan, memanage tukang masak, bikin daftar undangan, cetak
undangan, nyari dekorasi pesta, booking band kesukaannya, menentukan perias pengantin
yang make upnya gak lebai tapi elegan, mendesign baju pengantin muslim, nge-brief penjahit, nyari baju
pengantin laki laki yang super BIG size hahahaha, cetak buku tamu, bikin ucapan
terima kasih, koordinasi rundown sama MC, nyari MC, menentukan seragam keluarga, mencari photographer, kadhi nikah, sampai blusukan mencari pulpen warna pink untuk meja penerima tamu semua aku kerjakan sendiri. Dibantu
suamiku yang kalau pulang dinas dari Siantar, masih harus keliling nyari
gedung, pendingin ruangan, penambahan arus listrik sampai nyari tukang parkir
saat acara.
Kadang saat lagi down, aku mengadu pada Umi Evi, Ibu angkat sejak almarhum orang tua meninggal dan Bou mertua yang selalu setia nerima telepon curhat kapanpun.
Kenapa pestanya di gedung gak dirumah? Alasannya ada dua :
Kadang saat lagi down, aku mengadu pada Umi Evi, Ibu angkat sejak almarhum orang tua meninggal dan Bou mertua yang selalu setia nerima telepon curhat kapanpun.
Kenapa pestanya di gedung gak dirumah? Alasannya ada dua :
1. Jalan
jemadi akses masuk ke rumah kami saat itu rusak parah, kami gak mau tamu gak nyaman kesulitan mencari tempat parkir.
2. Fenty
katanya akan nangis sepanjang acara karena teringat dulu pas pernikahanku di
rumah masih ada almarhum papa. Huffft…
Akhirnya acara diadakan di Gedung Barakuda Tanjung Mulia Medan. Satu satunya gedung yang saat itu available disaat semua gedung full booked sampai tahun depan.
Emangnya gak ada keluarga ya? kok sendirian? Hahahah itu
pertanyaan paling klise sedunia. Kalau masih punya orang tua, ditanya begitu sangat wajar. Tapi, ketika kita jadi yatim piatu semuanya akan berubah. Saat semua
sudah beres, orang orang bermulut tajam memang suka gitu : “Sombong kali, gak
ngundang ngundang, kok gak ngasi tau? Kok gak minta tolong? “
Itu kalau sudah selesai semua urusan. Tapi, saat
kita sedang kesulitan, semua orang pura pura bodoh cyiin.. Pura pura gak tau
sambil berdoa dalam hati semoga anak yatim ini gak meminta pertolongan lah. Hahahah kalau kita yang udah gak punya orang tua ini, datang ke rumah orang lain, yang punya rumah langsung waspada dikiranya mau minta atau minimal pinjam duit trus gak mampu ngembaliin dan sampai mati gak akan dibayar. Hahahaha.. Padahal belum tau dia awak toke bolu
gulung, kadang walau statusnya yatim piatu, kita juga sering punya niat bersedekah paling enggak yaa nyumbang kue jajanan hahahaha… Lagian
sebetulnya lebih enak jika tak menyusahkan keluarga. Nanti jadi upat puji di
belakang hari. Gak nyusahin aja pun dihujat, apalagi menyusahkan, kasihan arwah
emak ayah awak dihina orang.
Ya Allah.. memang terdengar pedas tapi aku udah kebal sama soal begini. Gak usah sok bilang gak semua
orang begitu, karena memang saat kejadian, memang semua orang mendadak jadi seperti itu. Makanya,
belajar dari pengalaman pernah digituin, kalau aku mau menolong orang lain, malas banyak- banyak bertanya. Kalau ada duit, langsung aja transfer, sebokek bokeknya datang membawakan buah. Kalau
gak ada duit tak perlu menyalahkan dan gak usah banyak ngasi pendapat yang bikin
sakit otak. Kalau gak niat bantu gak usah banyak komentar. Kalau mau banyak
komentar, ya bantu. Masak mau bantu nanyk dulu dan tunggu diminta. Bukan gengsi
mau minta tolong, tapi kalau ditolak kan bisa membuat mogok makan sebulan yang minta tolong? Kuruslah markonah.. Ya allah.. Kalau mau bantu inisiatif
ajalah gak usah ngeles atau carik silap hahaha..
katanya udah ngaji, katanya hebat ilmunya, katanya pergulannya luas, kalau udah hebat bukannya sebaiknya tangan
diatas? Tidak di bawah kan?
Dahlah nanti katanya sombong!! Padahal awak gak sombong, cuma palak* aja hahahaha..
Syukurlah berkat pertolongan Allah,
semuanya berjalan sesuai harapan. Fenty dan suaminya tiba di Medan H-3 itupun
tinggal melakukan proses perawatan pre-wedding dan pemakaian henna oleh henna
artist hits Jayanty Mahendy yang waktu itu jadwalnya padat merayap (Big
Thanks sist Jayanty, akhirnya cita citanya pengen nikah pake henna bikinan
yanti terpenuhi).
Yang membuat terharu sepanjang persiapan pesta
pernikahan ini, saat aku betul betul fokus mempersiapkan segalanya, di hari
terakhir persiapan H-1 acara, aku masih wara wiri di jalanan nyetir mobil
sendirian di tengah hujan deras sembari mengantarkan sisa undangan yang
kelupaan diantar oleh orang yang diminta tolong untuk mengantarkan. Jam
menunjukkan pukul 22.00 WIb, kakiku sudah kram karena seharian nginjak pedal
gas dan rem. Medan hari itu macet sangat. Sesampainya di rumah, aku melihat
banyak mobil terparkir di halaman rumah, ternyata seluruh keluarga suamiku
dipandu oleh Bou mertua, saudara saudara ipar dan makela, tulang dan om om
suami dari Pematang Bandar, Siantar dan Kisaran sudah hadir di rumahku. Membawa
panganan lengkap khas Simalungun Dayuk ni Ura, untuk acara upah upah sebagai
simbol motivasi dan semangat buat kami. Aku langsung disambut segelas teh manis
panas oleh kakak iparku. Ah, mertua danpara iparku ini memang menganggp kami
layaknya keluarga kandung. Alhamdulillah.. Rasanya, lelah persiapan 15 hari itu
tercabut dari kepala. Aku terduduk lemas, gak menyangka atas dukungan penuh
keluarga suamiku terhadap acara Fenty. Malam itu, aku menangis hingga hampir
pagi, tak lelah mengucap syukur atas semuanya dan bersiap menyaksikan
kebahagiaan besok pagi.
Pernikahan
dan Resepsi berjalan lancar.
Pelaminan nuansa pink, Rafa Decoration
Acara pernikahan pagi dibuka dan dipandu dengan khidmat oleh Hadi belok nama panggungnya, MC kondang kota Medan yang gahol abis. Sebelum pernikahan
dilaksanakan, keluarga dan kerabat yang hadir disuguhi sarapan lontong Medan. Ketika
menikah, Fenty mengenakan kebaya nuansa gold kehijauan. Selesai akad nikah, Tim
Tante Jono yang bertindak sebagai perias pengantin hari itu memakaikan ballgawn pink yang proses pembuatannya
secepat kilat tapi memuaskan itu. Aku sengaja merancang gaun pernikahan pink
yang tidak tembus pandang, dengan rok tile kembang bertumpuk yang menggunakan
tali pancing sekitar 200 meter panjangnya. Aku sengaja merahasiakan pembuatan
gaun ini untuk membuat kejutan bagi Fenty di hari pernikahannya. Di hari
resepsi itu, dengan diiringi lagu romantis band pengiring Aldi & Friends,
Fenty berjalan berdua dengan mempelai pria menuju pelaminan dengan senyum sepanjang
langkah.
Itu aja yang aku butuhkan. Melihat Fenty menikmati rangkaian acara pernikahannya. Selesai sudah
tugasku sebagai kakak. Besok, sepenuhnya dia menjadi milik suaminya. Doaku dalam
hati di hari itu, semoga Allah angkat semua penyakit dari tubuhnya.
Ballgawn pink rancanganku
Kolaps
setelah menikah.
Selesai urusan pernikahan, mereka berdua
menyempatkan pergi bulan madu ke Singapore. Allah memang Maha besar. Allah
jumpakan dua makhluk ini untuk sama sama berbahagia. Ibarat periuk, wajib jumpa
sama tutupnya, bukan tutup panci. Hahahhaa… ternyata suaminya juga
sukanya jalan jalan jadi setali tiga uang. Tak kurang seminggu mereka berbulan
madu di Singapore menghabiskan masa cuti.
Selesai cuti keduanya kembali ke kota
masing masing untuk bertugas. Koko ke Padang Lawas, Fenty ke Banda Aceh. Tapi
semuanya berjalan lancar dan baik baik saja.
Walaupun, kehidupan Banda Aceh jauh berbeda dengan ketika Fenty di Medan. Ketika dia masih di Medan, setiap hari aku mengantar jemputnya pergi bekerja. Makan tinggal
makan, bekal tinggal bawa karena semua sudah aku sediakan walau aku juga
bekerja setiap hari. Tiba di Banda Aceh,
semuanya harus dilakukan sendiri. Fenty harus nyetir sendiri pergi dan pulang
bekerja, mencari makanan sendiri dalam kondisi tempat tinggal yang cukup panas untuk penderita Lupus. Aku cuma sering mengingatkan, jangan lupa membawa payung kemanapun pergi.
Setiap hari Jum’at, biasanya mereka berdua bertemu di Medan,
minggu keduanya kembali ke daerah tugas. Begitulah berjalan beberapa bulan. Hingga pada suatu hari Minggu aku melihat
Fenty agak pucat dan lemas. Aku menyarankan dia untuk tidak berangkat ke Banda Aceh, aku bilang, “Sebaiknya ko check up dek. Izin aja. Aku
takut ko kenapa napa.”
“Kami kan kantor baru kak, orangnya dikit, nanti
kekmana disana… “ begitulah dia, dalam keadaan sedang transfusi darah pun
fikirannya tetap ke kantor dan orang lain. Dia memang bertanggungjawab.
Akhirnya aku melepasnya kembali ke Banda Aceh. Kubayangkan, betapa jauhnya
kuala namu itu.
Senin sore, Fenty menelepon. “Kak, buang air kecil
aku darah …aku lemas kak gak sanggup lagi..” katanya…
Duaaarrr!!!!
Duaaarrr!!!!
Aku seperti tersengat listrik. Aku langsung mencari
tiket pesawat Medan-Banda Aceh. Semua penerbangan penuh. Begitu juga dengan Banda –Aceh Medan penuh juga. Sangat wajar, karena itu hari Senin. Hiks.. mau menangis rasanya. Akhirnya aku menelepon kak Tuti, kakak
kostnya disana, kumohonkan Kak Tuti mengantarkan Fenty naik bus sempati star
saja ke Medan. Alhamdulillah Kak Tuti bersedia.
(Terima kasih kak Tuti, semoga Allah ganti dengan rezeki berlimpah).
Semalaman aku tak tidur memanjatkan doa semoga mereka baik baik saja di perjalanan dari Banda Aceh ke Medan. Selesai sholat subuh, aku bergegas ke terminal sempati star menjemput mereka berdua sendirian. Kulihat wajahnya pucat pasi. Aku langsung menelepon suaminya. Suaminya langsung menuju Medan saat itu juga. Tapi kami tak mungkin menunggu perjalanan suaminya 11 jam menuju ke Medan.
(Terima kasih kak Tuti, semoga Allah ganti dengan rezeki berlimpah).
Semalaman aku tak tidur memanjatkan doa semoga mereka baik baik saja di perjalanan dari Banda Aceh ke Medan. Selesai sholat subuh, aku bergegas ke terminal sempati star menjemput mereka berdua sendirian. Kulihat wajahnya pucat pasi. Aku langsung menelepon suaminya. Suaminya langsung menuju Medan saat itu juga. Tapi kami tak mungkin menunggu perjalanan suaminya 11 jam menuju ke Medan.
Kami ke rumah dulu, Kak Tuti mandi dan bersiap
kembali ke Aceh. Fenty kupersiapkan untuk langsung rawat inap saja.
Setelah selesai semuanya, sesaat sebelum berangkat
Fenty bilang : “kak, aku kepingin makan sate bata.” Ya Allah…. Tahapaaaa ajalah..
Aku menelepon dr. Gyno, menanyakan apakah boleh Fenty nyicip sate Padang dulu
sebelum ke Rumah Sakit. “Boleh, itu tepung beras, bukan terigu, tapi dikit aja
ya.. “ kata dokter waktu itu.
Kami sampai di Jalan Kesawan, parkiran penuh, dan aku
harus memarkirkan mobil cukup jauh dari Sate Ajo. Kutuntun dia berjalan pelan pelan menuju tukang sate. saking lambatnya, memakan waktu hingga lima belas menit. Selesai makan, aku
bergegas, “Yok dek, nanti kelamaan..” kubilang.
Dia berdiri, makin lemas, tapi aku tak ada pikiran buruk sama sekali. Berjalan sekitar 7 meter tiba tiba dia kolaps, jatuh pingsan tak sadarkan diri seperti orang sakaratul maut persis di pinggir jalan Kesawan. Aku menjerit minta pertolongan sambil memangku tubuhnya yang mendadak berat karena terkulai. Allah mengirimkan abang abang muda, 5 orang berpakaian rapi layaknya orang yang ingin berangkat kerja datang menolong kami. Mereka meninggalkan kendaraannya untuk membantuku mengangkat Fenty ke mobil karena aku sudah menangis lemas. Aku pikir, itu adalah hari terakhir kami bersama.
Dia berdiri, makin lemas, tapi aku tak ada pikiran buruk sama sekali. Berjalan sekitar 7 meter tiba tiba dia kolaps, jatuh pingsan tak sadarkan diri seperti orang sakaratul maut persis di pinggir jalan Kesawan. Aku menjerit minta pertolongan sambil memangku tubuhnya yang mendadak berat karena terkulai. Allah mengirimkan abang abang muda, 5 orang berpakaian rapi layaknya orang yang ingin berangkat kerja datang menolong kami. Mereka meninggalkan kendaraannya untuk membantuku mengangkat Fenty ke mobil karena aku sudah menangis lemas. Aku pikir, itu adalah hari terakhir kami bersama.
Abang abang penolong itu bersimbah darah Fenty,
semoga mereka diberikan Allah kebaikan dunia dan akhirat. Kulihat mereka sungguh ikhlas. Kata
mereka padaku : “ Hati hati kak, jangan panik nyetirnya, sabar ya.. “
Masyaallah….
Membabi buta aku mengendarai mobil untuk bisa
sampai di Rumah Sakit. Rasanya aku tak bisa memaafkan diriku jika Fenty
meninggal karena terlambat penanganan. Sepanjang jalan aku memarahi diri
sendiri, kenapaaaaalah tadi aku pande pandean menyetujui makan sate, kenapaaa
lah tak langsung ke Rumah Sakit aja, pikiranku berkecamuk. Namun, akhirnya tiba
juga di rumah Sakit. Mobil kuparkir sembarangan, aku langsung memanggil suster UGD,
mencampakkan kunci mobil ke satpam RS aku tak peduli lagi sama mobil waktu itu.
Luar biasa panic, karena Fenty sudah tak sadarkan diri. Syukurnya satpam
memarkirkan mobilku, dan menyimpan kunci mobil dengan sangat baik. Setelah
selesai semuanya mereka menyerahkannya kembali kepadaku.
Akhirnya Fenty sadar setelah mendapatkan tindakan imunoterapi dan Koko, suaminya tiba di Medan. Puji syukur kepada Allah, ada kawan berbagi
saat dalam kesulitan. Setidaknya kolaps kelima kali saat itu mungkin salam
perkenalan pada suaminya, si Lupus itu pantang tak top mungkin, pengen eksis
juga menunjukkan diri sama Koko.. Dasar..
Tapi Koko memegang komitmen. Dengan tenang dia
mulai mempelajari penyakit ini. Mulai mencari referensi, diskusi dengan dokter
secara intens, membesarkan hati Fenty, mengambil cuti panjang untuk mendampingi
Fenty di Rumah Sakit. Kolaps kelima ini aku tak perlu menginap karena tugasku sudah digantikan oleh suaminya. Aku cukup bolak balik saja ke Rumah Sakit.
Kolaps kali ini agak lebih parah dari sebelumnya.
HB Fenty saat itu mencapai 4 dan trombositnya hanya 3000. Setahuku, HB normal adalah 11 dan trombosit normal 150.000. Kubayangkan dengan
kondisi begitu dia masih memaksakan diri bekerja ke Banda Aceh demi tanggung jawabnya. Perjalanan dari
bandara menuju pesawat aja mungkin tak terjalani orang lain kalau kondisi sudah
separah itu. Akhirnya karena terlalu ngedrop, perawatan yang kali ini menjadi agak
lama, sekitar sebulan rawat inap sebab HBnya sulit mengalami kenaikan ke angka normal.
Padahal sudah dilakukan suntikan di perut sebanyak 3x sehari untuk meningkatkan HB tapi tidak
membantu. Akhirnya demi kemaslahatan umat, dilakukanlah proses transfusi darah.
Alhamdulillah, setelah dimasukkan beberapa kantung darah dan dilakukan kembali imnunoterapi mabtera, Fenty diputuskan bisa pulang dalam beberapa hari…
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda tanda bagi kaum yang berpikir.”
(QS. Ar.Ruum;21)
To be
continued part 5
Kolaps
terakhir (insyaallah) dan jalan hijrah.
Catatan kecil :
- Jangan pernah berburuk sangka pada Allah. Kita hanya butiran debu yang tak mampu menebak rencana Allah. Tawakkal lebih baik. dari pada maksa nanti malah menyesal. Penyesalan selalu datang belakangan, kalau di awal ya kata pengantar hahaha..
- Tak ada kebaikan yang tak tercatat di dunia ini dan semua kebaikan adalah bentuk investasi paling murah.
- Berbuat baik sajalah, maka Allah menggantinya dengan kebaikan yang jauh lebih sempurna diluar kuasa manusia.
- Untuk mendapatkan jodoh yang insyaallah baik cukup menjadi orang baik baik saja. Karena Allah akan menjumpakan kita pada makhluk yang sejenis dengan kita. Jadi gak usah muluk muluk hidup ini. Gak perlu menganggap diri sempurna. Karena kesempurnaan hanya milik Allah.
- Jangan mempersulit jalan ibadah menikah. Permudahlah, jika bisa mudah. Semua ada rezekinya. Allah yang akan tentukan derajat kita. Melalui investasi kebaikan yang kita tanamkan.
- Dilepeh : dimuntahkan kembali.
- Asbab : sebab musabab.
- Rangni : mereka.
- Palak : geram.
4 komentar
makasi apresiasinya kak, karena kami juga tinggal berdua. kadang rasa sepi ditengah ramainya dunia memperkuat action untuk melakukan lebih dari orang lain pada umumnya kak... semangat selalu juga ya kak.. teta menginspirasii...
BalasHapusPeyuuuukkkk 🤗
BalasHapusnice share......
BalasHapusPenuh haru biru baca cerita kakak ini 😭
BalasHapus